Selasa, 02 Februari 2010

Upaya Peningkatan Mutu Guru

Perubahan kurikulum pendidikan yang berganti-ganti diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan kita. Namun apa yang dapat kita saksikan? Perubahan kurikulum belum mampu menunjukkan hasil yang memuaskan. Apabila kita mau jujur, kondisi objektif yang dapat kita saksikan malahan bertambah parah.

Upaya pemerintah maupun masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan belum mencapai apa yang diharapkan. Indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan pendidikan tersebut sebenarnya tidak tepat.

Pertama, rendahnya hasil perolehan rata-rata nem. Hasil tersebut masih jauh di bawah standard yang diharapkan. Pemerintah terus berusaha menaikkan angka standard kelulusan. Akan tetapi setiap angka standard kelulusan dinaikkan dibarengi dengan penambahan jumlah peserta didik yang tidak lulus. Nilai siswa yang lulus pun rata-ratanya hanya berada sedikit di atas standard minimal kelulusan.

Kedua, menurunnya nilai aspek nonakademis. Banyak kritik dilontarkan berkaitan dengan masalah moral, kreativitas, kemandirian, sikap demokratis dan kedisiplinan yang dilakukan masyarakat pelajar maupun orang-orang mantan pelajar. Hal ini sebagai akibat pembelajaran yang terjadi hanya mengejar berkembangnya IQ dan mengesampingkan EQ dan SQ. Padahal dalam kehidupan di masyarakat justru EQ dan SQ lebih penting daripada IQ. Ditegaskan oleh Goleman (1996) dalam penelitiannya bahwa IQ hanya berperan 20 % dan EQ justru berperan 80% untuk menopang kesuksesan hidupnya.

Ketiga, rendahnya kompetensi guru. Rendahnya kompetensi guru ini disebabkan oleh kompleksitas kondisi yang mengelilingi guru. Adapun kondisi yang dimaksud adalah :
a) masih banyak guru mengajar bukan pada bidang tugasnya. Hal demikian berakibat pada penguasaan dan penyampaian materi tidak dapat berlangsung secara optimal. Alasannya pun sangat bervariasi yakni, di sekolah tidak ada guru lulusan bidang studi tertentu dan demi pemerataan jam mengajar.
b) Guru tidak konsen pada tugasnya. Guru masih mencari uang melalui pekerjaan lain. Hal ini disebabkan gaji yang diterima tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan hidupnya. Konsentrasi kesibukannya justru lebih tinggi untuk pekerjaan lain, bukan pekerjaan yang berkaitan dengan persiapan proses pembelajaran.
c) Masih banyak guru gagap teknologi, wawasan kependidikannya picik, keterampilan mengajar kurang optimal, tidak terampil mengoperasikan komputer, cakrawala pandang wawasan kependidikan yang dapat diakses melalui internet tak dapat tercapai oleh karena belum mengenal internet
d) Motivasi kerja guru yang rendah. Motivasi kerja yang rendah ini dapat disimak melalui sikapnya dalam mempersiapkan RPP, silabus, perangkat penilaian dan perangkat pembelajaran lainnya. Pengadaan perangkat pada umumnya hanya berupa foto kopi teman sekolah lain. Hal lain sebagai indikator motivasi kerja rendah adalah belum terciptanya budaya membaca bagi kalangan guru. Artinya, membaca untuk menambah pengetahuan yang berkaitan dengan materi pelajaran dari berbagai referensi ataupun membaca rang berkaitan dengan wawasan kependidikan belum banyak dilakukan oleh sebagian besar guru. Padahal membaca mempunvai kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan profesi guru. Berdasarkan kondisi di atas perlu adanya gerakan serentak memperbaiki mutu guru Indonesia. Gerakan ini menyangkut pihak pemerintah, lembaga pencetak guru, kemauan guru itu sendiri dan masyarakat sebagai agen pemasok calon guru maupun pengguna guru. Upaya apa yang seharusnya dilakukan ?

Pertama, rekrutmen calon guru hendaknya bersifat profesional. Rekrutmen dilakukan dengan cara tes baik tertulis, lisan maupun mikroteaching di hadapan penguji. Calon guru yang diiuluskan hendaknya yang benar-benar memenuhi syarat dalam tugas mengajar. Baik kedalaman pengetahuan materi bidang tugasnya maupun strategi dan metodologi mengajar hendaknya bernilai tinggi. Performance sebagai calon guru juga tidak meragukan. Sebagai data pendukung secara administrasi adalah Indeks Prestasi (1P) yang dimiliki dalam transkip nilai. Indeks Prestasi mestinya menjadi bagian dari proses penilaian bagi calon guru. Selama ini indeks prestasi calon guru tidak pernah diperhitungkan dalam penilaian.

Kedua, guru hendaknya diberi motivasi untuk terus belajar. Kepala sekolah diharapkan sangat peduli dengan peningkatan mutu guru melalui peningkatan belajarnya. Guru yang termotivasi untuk terus belajar akan bertambah semangat dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemandu proses pembelajaran yang baik. Ketiga, guru hendaknya diikutkan penataran atau diklat yang berhubungan dengan profesi keguruannya. Penataran atau diklat bagi guru sangat penting dalam upaya peningkatan mutu kaitannya dengan proses pembelajaran, pengetahuan baru dan berbagai strategi dan metode pembelajaran.

Keempat, guru hendaknya diberdayakan menulis. Menulis dimaksud adalah membuat karya ilmiah baik berupa, buku, diktat, laporan penelitian, ilmiah populer maupun ulasan terhadap berbagai buku baik tentaing pendidikan dan kebijakan- kebijakannya yang sering terasa kontroversial. Guru diharapkan mempunyai target menulis dalam jangka waktu tertentu di berbagai wadah karya guru misalnya buletin pendidikan yang diterbitkan oleh dinas pendidikan kabupaten, dinas pendidikan propinsi, dinas pendidikan pusat, majalah-majalah pendidikan , koran harian serta jurnal pendidikan. Di setiap sekolah hendaknya perlu diterbitkan majalah sekolah guna merangsang guru dan murid bisa menulis. Guru yang sering menulis akan termotivasi untuk maju. Motivasi inilah embrio dari terciptanya guru profesional. Sikap ingin mencari pengetahuan lewat tnembaca akan terbentuk dengan sendirinya. Menghargai tulisan orarng lain menjadi bagian dari sikap penulis. Sikap tidak loyo terpantul dari kegigihan menulis yang tak henti-hentinya. Inilah sikap-sikap yang perlu dikembankan dan dibudayakan melalui pembiasaan dan pemberdayaan untuk menulis karya. ilmiah.

Kelima, guru hendaknya dirangsang untuk meningkatkan mutu mengajar dengan berbagai metode. Pengembangan proses pembelajaran memang patut segera. direalisasikan. Oleh karenanya pihak pemerintah melalui sekolah hendaknya mendukung dengan menyediakan media dan alat pembelajaran yang memadai. Tanpa adanya dukungan media dan alat , pembelajaran belum bisa menarik dan menyenangkan sebagaimana digembor-gemborkan, yakni pembelajaran bernuansa PAIKEM (Produktif, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Berbagai metode perlu dicoba untuk mendukung tercapainya pembelajaran yang PAIKEM seperti disebut di atas. Guru yang bagus dalam penyampaian materi melalui berbagai metode perlu mendapatkan reward yang bermakna. Kepala sekolah tidak perlu pelit memberikan pujian terhadap guru rang berhasil. Agar tidak terlena dalam nikmatnya pujian, pemantauan terhadap proses pembelajaran di kelas terns diupayakan. Dengan pemantauan yang sering dilakukan akan mendorong semangat guru dalam melakukan proses yang baik .Oleh : Marijan
Guru di SMPN 5 Wates Kulon Progo Yogyakarta dan Anggota KGI Kulon Progo DIY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar